/ Feb 12, 2025
Trending
JAKARTA – Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid, memberikan respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan presidential threshold (PT) sebesar 20 persen. Jazilul menilai putusan tersebut sebagai keputusan besar yang berpotensi menimbulkan kontroversi di Indonesia.
“Ini adalah ‘kado tahun baru’ yang akan menuai berbagai pandangan, polemik, dan kontroversi,” ujar Jazilul dalam keterangannya pada Jumat (3/1/2025).
Dengan keputusan MK ini, peluang bagi partai politik untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden tanpa batas minimal perolehan kursi di parlemen menjadi lebih terbuka. Jazilul menambahkan bahwa ketentuan terkait presidential threshold termasuk dalam kebijakan hukum terbuka (open legal policy), yang seharusnya menjadi ranah legislatif, dalam hal ini DPR dan pemerintah, untuk menyusun norma baru melalui revisi Undang-Undang Pemilu.
“Hemat saya, pasal ini mestinya menjadi bagian dari kebijakan DPR dan pemerintah untuk merancang kembali norma dalam revisi UU Pemilu,” jelas Jazilul.
Sebagai salah satu partai politik besar di Indonesia, PKB akan merumuskan langkah strategis terkait keputusan MK tersebut. Jazilul menegaskan, partainya akan terus mengikuti perkembangan dinamika yang muncul pasca-putusan MK ini, termasuk potensi revisi UU Pemilu.
“Kami akan menyusun langkah sekaligus menunggu perkembangan dinamika dari lembaga pembentuk UU pasca MK mengeluarkan putusan tersebut. Tentunya, ini akan berkonsekuensi pada revisi UU Pemilu yang ada,” tambah Jazilul.
Keputusan MK ini memunculkan berbagai respons, baik dari partai politik maupun pakar hukum. Beberapa pihak menganggap penghapusan presidential threshold dapat memperkuat demokrasi, sementara yang lain mengkhawatirkan potensi fragmentasi politik yang dapat terjadi di Indonesia.
PKB menekankan pentingnya sikap hati-hati dalam merespons putusan ini. Jazilul berharap bahwa revisi UU Pemilu nantinya dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dan menghasilkan sistem politik yang stabil dan inklusif.
Putusan MK ini menjadi sorotan utama di awal tahun 2025 dan diperkirakan akan membawa perubahan signifikan pada sistem pemilihan presiden di Indonesia. Perdebatan mengenai implementasi keputusan ini diperkirakan akan terus berkembang di kalangan legislatif dan masyarakat.