/ Feb 12, 2025
Trending
Jakarta – Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKB, Ratna Juwita, menyatakan dukungannya terhadap wacana diversifikasi sumber impor minyak mentah Indonesia, termasuk dari Rusia. Namun, ia menekankan pentingnya kajian mendalam terkait dampak kebijakan ini terhadap posisi Indonesia dalam perdagangan global.
“Kami tentu mendukung jika ada diversifikasi sumber impor minyak Indonesia, termasuk dari Rusia. Hanya saja, dengan situasi global yang masih belum jelas, perlu ada kajian matang, termasuk apakah membeli minyak dari Rusia akan menguntungkan posisi Indonesia dalam diplomasi atau perdagangan internasional,” ujar Ratna Juwita, Senin (13/1/2025).
Wacana impor minyak mentah dari Rusia muncul seiring keanggotaan penuh Indonesia di blok ekonomi BRICS. Ketua Dewan Ekonomi Nasional dan Penasihat Khusus Presiden Bidang Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, sebelumnya menyebut bahwa impor minyak Rusia bisa menjadi opsi strategis jika memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia. Selama ini, Indonesia bergantung pada impor minyak dari negara seperti Nigeria dan Arab Saudi.
Ratna mengungkapkan bahwa Indonesia terus mengalami defisit neraca perdagangan di sektor minyak dan gas (migas). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan migas pada 2023 mencapai USD 1,7 miliar dan meningkat menjadi USD 2,32 miliar pada 2024.
“Defisit ini terutama didominasi oleh pembelian minyak mentah. Rata-rata impor minyak mentah Indonesia mencapai 15 juta ton per tahun, dengan sebagian besar dipasok oleh Nigeria, Arab Saudi, dan Azerbaijan. Jika Rusia bisa menawarkan harga yang lebih murah, tentu akan membantu menekan defisit tersebut karena menurunnya biaya impor kita,” ujar legislator PKB dari Dapil Jawa Timur VIII ini.
Ratna juga mengingatkan pemerintah untuk mempertimbangkan dampak hubungan diplomatik dengan negara lain jika Indonesia menjalin hubungan lebih erat dengan Rusia. “Perlu dikaji apakah impor minyak mentah dari Rusia akan memberikan dampak buruk terhadap hubungan Indonesia dengan negara lain, seperti Singapura dan Jepang, yang memiliki banyak hubungan ekonomi dengan kita,” jelasnya.
Selain itu, pembelian minyak dari Rusia menghadapi beberapa tantangan, termasuk jarak geografis yang jauh sehingga berpotensi meningkatkan biaya logistik. “Adanya sanksi ekonomi dari negara-negara Barat juga menjadi hambatan, terutama terkait pembatasan akses ke sistem pembayaran internasional,” tambah Ratna.
Dengan berbagai potensi dan tantangan tersebut, Ratna menekankan pentingnya langkah strategis yang matang dalam mengambil keputusan terkait impor minyak dari Rusia. Ia berharap pemerintah mempertimbangkan semua aspek demi menjaga stabilitas ekonomi dan hubungan internasional Indonesia.